Minggu, 17 Juli 2011

kaum sufi tentang bataskemampuan


Mereka mengakui bahwa setiap tarikan nafas, setiap lirikan mata dan setiap gerakan mereka bisa terjadi berkat indera yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka, dan merupakan suatu kemampuan yang Dia ciptakan untuk mereka bersamaan dengan tindakan-tindakan mereka, bukan sebelumnya atau sesudahnya, dan bahwa tidak ada tindakan yang dapat dilaksanakan tanpa ini semua; sebab, kalau tidak, berarti mereka memiliki sifat Tuhan, bisa melakukan segala yang mereka inginkan dan menetapkan segala yang mereka kehendaki, dan Tuhan tidak lagi akan menjadi Yang Maha Kuat, Yang Maha Berkuasa seperti dalam firman-Nya: “Begitulah Allah berbuat menurut kehendak-Nya, tidak lebih dari budak yang melarat, lemah dan hina.
Jika saja kemampuan ini ditentukan oleh pemilikan anggota badan yang sehat, maka tiap orang yang memiliki karunia itu akan dapat mencapai taraf yang sama; tapi pengalaman menunjukkan bahwa seseorang dapat saja memiliki anggota badan yang sehat, sedang tindakannya bisa jadi tidak sama sehatnya. Dengan demikian maka kemampuan tidak berasal dari indera dan menjelmakan dirinya dalam badan yang sehat; indera adalah sesuatu yang beragam tingkatannya pada berbagai saat, seperti yang bisa dilihat oleh orang pada dirinya sendiri. Lebih-lebih, karena indera itu merupakan suatu aksiden, dan aksiden itu tidak dapat bertahan sendiri, atau bertahan lewat sesuatu yang bertahan di dalamnya sebab jika sebuah benda tidak ada dengan sendirinya, dan tidak sesuatu pun bisa jadi ada karenanya, maka benda itu tidak dapat bertahan lewat pertahanan benda lain, sebab pertahanan benda lain itu tidak mengandung arti pertahanan untuknya, maka hal itu berarti benda itu tidak memiliki pertahanan sendiri; dan karenanya, tidak dapat tidak, kesimpulannya adalah indera masing-masing tindakan itu berbeda dari indera tindakan lain. Jika halnya tidak demikian, maka manusia tidak akan membutuhkan pertolongan Tuhan pada saat mereka bertindak, dan firman Tuhan, “Dan kepada Engkaulah kami mohon pertolongan“, tidak akan ada artinya. Lebih jauh lagi, jika indera itu tidak ada sebelum adanya tindakan, dan tidak dapat bertahan sampai adanya tindakan tersebut, maka tindakan itu pasti dilakukan dengan indera yang telah tiada, yaitu tanpa indera apa pun; yang mengisyaratkan putusnya hubungan antara Tuhan dan hamba sekaligus. Sebab jika demikian halnya, maka jelas mungkin bahwa tindakan-tindakan itu bisa ada dengan sendirinya, tanpa perantara. Tapi Tuhan berfirman, dalam kisah Musa dan hamba-Nya yang kuat (Khidzir), “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku” dan juga, “Demikianlah penjelasan persoalan yang kamu tidak sanggup sabar menghadapinya itu, yang Dia maksudkan sebagai yang tidak kamu miliki indera untuk melakukannya.
Mereka mengakui bahwa mereka diberi kepercayaan dengan tindakan-tindakan dan tanggung jawab dalam arti sejatinya, yang untuknya mereka diberi pahala dan dihukum; dan oleh sebab itu Tuhan mengeluarkan perintah dan larangan, dan menyampaikan berita gembira serta ancaman-ancaman. Arti istilah tanggung jawab itu adalah bahwa manusia bertindak karena sebuah indera yang dibuat (oleh Tuhan). Seorang tokoh Sufi berkata: Makna tanggung jawab adalah bahwa manusia itu bertindak demi mencari keuntungan atau menolak kesialan, maka Tuhan berfirman, Hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya sendiri pula. Lebih jauh mereka akui bahwa mereka melaksanakan kehendak dan keinginan bebas yang menyangkut tanggung jawabmereka, dan bahwa mereka tidak dipaksa atau ditekan di luar kemauan mereka. Yang kami maksud dengan kehendak-bebas Tuhan dipatuhi bukan karena terpaksa, atau tidak dipatuhi dikarenakan tekanan yang berlebihan; Dia tidak meninggalkan hamba-Nya sama sekali tanpa melakukan sesuatu di kerajaan-Nya. Sahl ibn Abdillah berkata: Tuhan tidak memberi kekuatan kepada orang yang saleh lewat paksaan, Dia menguatkan mereka lewat iman. Salah seorang tokoh besar Sufi berkata: Siapa pun yang tidak percaya pada takdir adalah orang kafir, dan siapa pun yang mengatakan bahwa mustahil bagi seseorang untuk tidak patuh pada Tuhan adalah seorang pendosa.

1 jam untuk kebahagiaan dunia akherat

dari Diriwayatkan Anas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,"kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu Diriwayatkan dari Anas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,"kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." sahabat bertanya,"Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" jawab beliau,"kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya."(AL-Ashbahani-At Thar Diriwayatkan tidak dari Anas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,"kalimat Laa ilaaha illallaah akan 

Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa

Soal: Saya mau tanya seputar hukum membuat gambar. Seperti yang pernah saya baca dari beberapa buku dan info dari teman-teman saya, katanya menggambar akhluk bernyawa itu haram. Tapi bagaimana kalau hanya menggambar alam bentuk kartun? Misalnya dalam bentuk karikatur, komik kayak ‘manga’ dan ‘animasi’ ala Jepang yang kadang-kadang nggak sempurna menggambarkan seorang manusia. Secara lebih konkrit, sebut saja sailormoon, kura-kura ninja, dragon ball, doraemon, pokemon, dan lain-lain. Atau yang ceritanya rada-rada Islami kayak Ali Baba, serial Aladin, serial Abu Nawas, dan lain-lain. Dan di beberapa stiker Islam yang dibuat oleh sejumlah parpol intra dan ekstra parlemen juga memuat kartun-kartun lucu. Apakah hukumnya juga haram? Bagaimana status semua itu? Apa yang dimaksud dengan menyerupai makhluk Allah? Apakah menggambar yang dimaksud itu adalah melukis seperti aliran realis ala Basuki Abdullah, dan kawan-kawan? Mohon penjelasannya.
Jawab: Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
- memberi manfaat bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." sahabat bertanya,"Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" jawab beliau,"kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya."(AL-Ashbahani-At Tharghib) dari Anas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,"kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." sahabat bertanya,"Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" jawab beliau,"kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya."(AL-Ashbahani-At Tharghib) bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." sahabat bertanya,"Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" jawab beliau,"kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya."(AL-Ashbahani-At Tharghib)

ajaran sufi


Ajaran Kaum Sufi Tentang Keesaan Tuhan di jaman modern

Kita hidup pada masa ketika sains dan teknologi telah membawa umat manusia tidak hanya maju dalam bidang material, tetapi juga kepada sinisme yang tajam atas agama dan aspek-aspek spiritual dari kehidupan.

Pada sisi lain, kesuksesan metode sains telah menetapkan batasan-batasan yang dipertimbangkan untuk menjadi bidang studi yang berguna dan praktis. Kita telah diajarkan (dicekoki) untuk percaya bahwa hanya yang bersifat materi, fisik dan lahiriah saja yang bisa diterima, dan hanya pikiran rasional yang dapat menganalisa dan layak disebut sebagai KEBENARAN.

Namun pada sisi lainnya, kita sangat mudah menjadi dikecewakan oleh berbagai agama yang mengklaim bahwa mereka telah mengakses kebenaran dan kebaikan yang absolut, sementara klaim-klaim ini jarang diaktualisasikan lewat pengalaman dan akhlak yang luhur.

Orang-orang Sufi mengakui bahwa Tuhan itu Satu, Sendiri, Tunggal, Kekal, Abadi, Berpengetahuan, Berkuasa, Hidup, Mendengar, Melihat, Kuat, Kuasa, Agung, Besar, Dermawan, Pengampun, Bangga, Dahsyat, Tak Berkesudahan, Pertama, Tuhan, Rabb, Penguasa, Pemilik, Pengasih, Penyayang, Berkehendak, Berfirman, Mencipta, Menjaga.

Bahwa Dia diberi sifat dengan segala gelar, yang dengan itu Dia telah memberi sifat pada diri-Nya sendiri; dan Dia diberi nama yang dengan itu pula Dia telah memberi nama pada diri-Nya sendiri; bahwa karena sifat-Nya yang kekal maka demikian pula nama-nama dan sifat-sifat-Nya sama sekali tak sama dengan makhluk-makhluk-Nya. Esensi-Nya tidak sama dengan esensi-esensi lain, tak pula sifat-Nya sama dengan sifat-sifat lain; tak satu pun dari istilah-istilah yang diterapkan pada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dan yang mengacu pada penciptaan mereka dari waktu ke waktu, membawa pengaruh atas-Nya; bahwa Dia tak henti-hentinya menjadi Pemimpin, Terkemuka di hadapan segala yang dilahirkan dari waktu ke waktu, Ada sebelum segala yang ada; dan bahwa tiada sesuatu pun yang kekal kecuali Dia, dan tiada Tuhan di samping Dia; bahwa Dia bukan badan, potongan, bentuk, tubuh, unsur atau aksiden; bahwa dengan Dia tidak ada penyimpangan maupun pemisahan, tidak ada gerakan maupun kediaman, tidak ada tambahan maupun pengurangan; bahwa Dia bukan merupakan bagian, atau partikel, atau anggota, atau kaki-tangan, atau aspek, atau tempat: bahwa Dia tidak terpengaruh oleh kesalahan, atau kantuk, atau berubah-ubah dikarenakan waktu, atau disifatkan oleh kiasan bahwa Dia tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu; bahwa dia tidak dapat dikatakan sebagai yang dapat disentuh, atau dikucilkan, atau mendiami tempat-tempat; bahwa Dia tidak dibatasi oleh pemikiran, atau ditutupi selubung, atau dilihat mata

Salah seorang tokoh besar Sufi mengatakan dalam wacananya: "Sebelum tidak mendahului-Nya, setelah tidak menyela-Nya, daripada tidak bersaing dengan Dia dalam hal keterdahuluan; dari tidak sesuai dengan Dia, ke tidak menyatu dengan Dia, di tidak mendiami Dia, kala tidak menghentikan Dia, jika tidak berunding dengan Dia, atas tidak membayangi Dia, di bawah tidak menyangga Dia, sebaliknya tidak menghadapinya, dengan tidak menekan Dia, di balik tidak mengikat Dia, di depan tidak membatasi Dia, terdahulu tidak memameri Dia, di belakang tidak membuat Dia luruh, semua tidak menyatukan Dia, ada tidak memunculkan Dia, tidak ada tidak membuat Dia lenyap. Penyembunyian tidak menyelubungi Dia, pra-eksistensi-Nya mendahului waktu, adanya Dia mendahului yang belum ada, kekekalan-Nya mendahului adanya batas. Jika engkau berkata kala, maka eksistensi-Nya telah melampaui waktu; jika engkau berkata sebelum, maka sebelum itu sesudah Dia, jika engkau berkata Dia, maka D, i dan a adalah ciptaan-Nya; jika engkau berkata bagaimana, maka esensi-Nya terselubung dari pemberian; jika engkau berkata di mana, maka adanya Dia mendahului ruang; jika engkau berkata tentang ke-Dia-an, maka ke-Diaan-Nya terpisah dari segala sesuatu. Selain Dia, tidak ada yang bisa diberi sifat dengan dua sifat (yang berlawanan) sekaligus, dan toh dengan-Nya kedua sifat itu tidak menciptakan keberlawanan. Dia tersembunyi dalam penjelmaan-Nya menjelma dalam persembunyian-Nya. Dia ada di luar dan di dalam, dekat dan jauh; dan dalam hal itu Dia tidak sama dengan makhluk-makhluk. Dia bertindak tanpa menyentuh, memerintah tanpa bertemu, memberi petunjuk tanpa menunjuk. Kehendak tidak bertentangan dengan-Nya, pikiran tidak menyatu dengan-Nya; esensi-Nya tanpa kualitas (takyif), tindakan-Nya tanpa upaya (taklif).

Mereka mengakui bahwa Dia tidak bisa dilihat oleh mata, atau dibantah oleh pikiran; bahwa sifat-sifat-Nya tidak berubah dan nama-nama-Nya tidak berganti; bahwa Dia tidak pernah lenyap dan tidak akan pernah lenyap; Dia yang Pertama dan Terakhir, Zahir dan Batin; bahwa Dia mengenal segala sesuatu, bahwa tidak ada yang seperti Dia dan bahwa Dia Melihat dan Mendengar.

hadis pilihan

"Nabi saw. pernah menjelaskan masalah mengusap kerikil kecil dalam mesjid dan bersabda: Jika engkau memang harus melakukannya, maka sekali saja"
HR. Mu'aiqib


ajaran kaum sufi
Banyak orang berbuat baik, atau berkumpul dengan orang-orang bijak dan mulia, percaya bahwa hal ini adalah pencarian pengembangan diri. Mereka tertipu. Dengan nama agama, beberapa orang biadab telah melakukan ini. Mencoba berbuat baik, manusia melakukan sebagian dari aktkitas buruknya.
Kekurangan datang dari asumsi yang absurd bahwa hanya berhubungan dengan sesuatu yang bernilai, akan membawa keberuntungan yang sama pada individu yang tidak berubah.
Banyak yang lebih penting. Manusia tidak harus berhubungan dengan orang baik: ia harus berhubungan dengan bentuk yang memungkinkan mengubah fungsinya dan membuatnya baik. Seekor keledai yang berkandang di perpustakaan, tidak akan menjadi terpelajar.
Argumentasi ini salah satu dari perbedaan diantara ajaran-ajaran Sufi dan mencoba mempraktekkan etika atau pengembangan diri di dalam usaha yang lain.
Secara umum, pokoknya disia-siakan oleh pembaca atau murid. Thalib Kamal berkata, “Benang tidak akan menjadi mulia karena menembus diantara permata.” Dan, “Kebaikanku tidak memajukan diriku, tidak lebih dari tempat sunyi yang disuburkan oleh adanya harta karun.”
Harta karun adalah harta karun. Tetapi bila diambil untuk menciptakan kerusuhan lagi, harta karun tersebut harus dimanfaatkan dengan cara tertentu.
Khotbah mungkin bagian dari sebuah proses. Sarana untuk mengubah manusia tetap diperlukan. Sarana inilah yang menjadi rahasia kaum Sufi. Sekolah-sekolah lain, sangat sering, tidak berada pada titik di mana mereka dapat melihat di atas tahap pertama; mereka dimabukkan dengan penemuan etika dan kebajikan, yang oleh karena itu mereka simpulkan merupakan obat untuk segala macam penyakit.
(Abdal Ali Haidar)

hadis pilihan


Hadits Pilihan
"Bahwa Ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Setiap orang yang mengaku keturunan dari selain ayahnya sendiri, padahal ia mengetahuinya, pastilah ia kafir (artinya mengingkari nikmat dan kebaikan, tidak memenuhi hak Allah dan hak ayahnya). Barang siapa yang mengakui sesuatu bukan miliknya, maka ia tidak termasuk golongan kami dan hendaknya ia mempersiapkan tempatnya di neraka. Barang siapa yang memanggil seseorang dengan kata kafir atau mengatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali pada dirinya"
HR. Abu Zar ra

ajaran kaum sufi tentang penglihatan


Ajaran Kaum Sufi Tentang Penglihatan (Nazhar)

Para Sufi mengakui bahwa Tuhan akan bisa dilihat dengan mata di dunia mendatang, dan bahwa orang-orang yang beriman akan bisa melihat-Nya sedang orang-orang yang tak beriman tidak. Sebab, itu merupakan karunia Tuhan sebagaimana yang difirmankan: "Untuk orang-orang yang berbuat kebaikan, ada pahala dan bahkan ada pula tambahannya."
Mereka berpendapat bahwa penglihatan itu, lewat akal, mungkin, dan lewat pendengaran, pasti. Mengenai kemungkinan melihat melalui akal, hal ini mungkin karena Tuhan itu maujud, dan segala sesuatu yang maujud (logisnya) bisa dilihat. Sebab Tuhan telah menanamkan daya lihat dalam diri kita; dan jika daya lihat Tuhan itu tidak ada, maka permohonan Musa, "Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu," akan merupakan (bukti) kebodohan dan kekafiran. Lebih-lebih, ketika Tuhan menjadikan penglihatan itu tergantung pada syarat bahwa gunung itu harus tetap tegak (Dia berfirman, "Kalau bukit itu masih tetap tegak di tempatnya semula, mungkin engkau dapat melihat Aku."), dan mengingat juga bahwa tetap tegaknya bukit itu secara nalar mungkin kalau memang Tuhan membuatnya tetap tegak maka hal ini berarti bahwa penglihatan yang tergantung pada hal itu (tetap tegaknya gunung) pun secara nalar mungkin dan bisa diterima. Maka, karena telah ditetapkan bahwa penglihatan lewat akal itu mungkin, dan lebih-lebih karena telah dibuktikan bahwa penglihatan lewat pendengaran tersebut pasti Tuhan berfirman, "Saat wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri-seri, melepas pandang kepada Tuhan-nya," dan lagi, "Untuk orang-orang yang berbuat kebaikan, ada pahala yang baik dan bahkan ada pula tambahannya," dan lagi, "Tidak, yang sebenarnya mereka pada waktu itu benar-benar ditutup dari rahmat Tuhan." dan karena hadits menegaskan bahwa penglihatan itu memang ada, seperti kata Nabi, "Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu seperti kamu melihat bulan purnama di malam hari, tanpa kebingungan mencari-cari Dia," yang mengenainya banyak kisah masyhur dan sahih, maka perlulah kita menegaskan hal ini, dan percaya bahwa hal itu benar.
Penafsiran esoteris (batiniah) orang-orang yang menyangkal kemungkinan penglihatan akan Tuhan, seperti misalnya mereka yang menafsirkan melepas pandang kepada Tuhannya, sebagai memandang kepada pahala Tuhannya, sama sekali tak bisa dibenarkan, sebab pahala dari Tuhan itu tidak sama dengan Tuhan. Demikian juga dengan mereka yang mengatakan bahwa perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu, merupakan permohonan akan sebuah tanda; hal ini tak bisa dibenarkan, sebab Tuhan sebelumnya telah memperlihatkan tanda-tanda-Nya kepada Musa. Demikian pula halnya dengan mereka yang menafsirkan ayat: "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata," dengan pengertian: karena Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia ini, maka begitu juga di dunia nanti. Tuhan memang menyangkal bahwa Dia dapat dicapai oleh penglihatan, sebab penglihatan seperti itu akan mengisyaratkan cara (kaifiyah) dan pembatasan. Dengan demikian, yang disangkal-Nya adalah penglihatan yang mengisyaratkan cara dan pembatasan, bukan penglihatan yang di dalamnya tidak ada cara, tidak pula pembatasan.
Mereka mengakui bahwa Tuhan tidak dapat dilihat di dunia ini, baik dengan mata maupun dengan hati, kecuali dari sudut pandang iman; sebab penglihatan ini merupakan puncak karunia dan rahmat paling mulia, dan karena itu tidak dapat terjadi kecuali di tempat yang paling mulia. Jika mereka telah diberi rahmat yang paling mulia itu di dunia ini, maka tidak akan ada bedanya antara dunia ini, yang akan lenyap nanti, dengan surga yang. abadi; dan karena Tuhan telah mencegah manusia yang diajak-Nya berbicara itu dari mendapatkannya di dunia kini, wajarlah kalau manusia-manusia lain yang berada di tingkat lebih di bawah dicegah juga. Lebih-lebih, dunia ini merupakan tempat tinggal sementara, sehingga mustahillah kalau Yang Kekal dapat dilihat di tempat tinggal yang sementara itu. Lebih jauh lagi, jika mereka telah melihat Tuhan di dunia ini, kepercayaan mereka terhadap-Nya akan bersifat aksiomatis (dharurah). Pendeknya, Tuhan telah menyatakan bahwa penglihatan itu akan diberikan-Nya di dunia nanti, bukan di dunia ini. Oleh sebab itu, perlulah seseorang membatasi diri pada apa yang telah dinyatakan dengan jelas oleh Tuhan.

ajaran makrifat syeh siti jenar

jaran Ma’rifat Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar merupakan nama yang menyimpan sejuta misteri. Hingga kini teka teki tersebut belum pernah terjawab. Apakah Syekh Siti Jenar itu memang benar benar ada sebagai Wali Ma’rifat atau hanya sekedar pitutur luhur simbol-simbol ajaran kearifan masyarakat Jawa. Namun dalam ringkasan ini kami tidak mengkaji sisi historisnya tetapi kami mengkritisi ajarannya yang tersirat dalam sastra Jawa yang disugukan pada acara MOCOPAT

Widhatul Wujud / Manunggaling Kawulo Gusti

Apabila diakui bahwa Syekh Siti Jenar itu seorang wali ma’rifat, maka ajaran Ma’rifat yang dikembangkanya bukanlah suatu ajaran baru danbanyak dipengaruhi toko Sufi sebelumnya yang berasal dari dataran Arab yaitu Mansyur Al Hallaj. teori dari mansyur al Hallaj yang terkenal Al Hulull ( Tuhan mengambil tempat pada diri manusia ), kalau pada teori Siti Jenar adalah Widhatul Wujud , ( pada saat tertentu manusia bisa menyatu dengan Tuhannya ) , jadi kalau dilihat dari kedua teori tersebut sepertinya ada kesamaan bahwa pada saat saat tertentu manusia seolah olah merasakan dapat bersatu dengan Tuhannya .
Sesungguhnya konsep tesebut tidak dikenal dalam ajaran Islam , konsep tersebut hanyala pengaruh dari tradisi pemikiran yang ada , namun para sufi berkayakinan bahwa kita bisa memperoleh pengetahuan bukan hanya dari panca indra seperti yang ditempuh oleh para Filsuf dan Teolog . melaikan dengan hati nurani.

Konsep Kematian Syekh Siti Jenar

Menurut pandangan yang diyakini bahwa dunia ini alam kematian, setelah jasad ditinggal nyawa itulah awal kehidupan yang sebenarnya. Amat megherankan jika manusia berfikir siang dan malam dalam alam kematian itu mengharap permulaan hidup, sesungguhnya manusia hidup di dunia ini banyak mengalami neraka kesengsaraan, kepanasan, kedinginan , serta kesedihan tidak demikian apabila manusia hidup sesudah mati manusia akan hidup mulia mandiri tidak memerlukan media ayah ibu ia berbuat menurut keinginannya sendiri tiada berasal dari angina , air ,tanah , api atau semua yang serba jasad. Ia tidak menginginkan atau dikenai kerusakan apapun , karena itu apa yang disebut dengan Allah ( nama ) ialah barang baru yang direka reka menurut pikiran manusia 

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1846091-ajaran-ma-rifat-syekh-siti/#ixzz1SPcX2tJ7

WARISAN SANG NABI


WARISAN SANG NABI
Pada saatnya nanti. Jauh dimasa depan maka esensi ajaranku akan dilupakan. Yang ada hanya ritual kering yang masih terus dipelihara. Bahkan ritual-ritual itu pada akhirnya menciptakan tuhan-tuhan baru. Tuhan-tuhan yang menjadi harapan bagi mereka-mereka yang terjebak dalam ilusi. Esensi telah dirampas seluruhnya oleh ilusi yang diciptakan oleh ruang dan waktu dari masaku.
Maka pada saatnya nanti. Jauh dimasa depan esensiku akan dan harus kembali pada wujud seorang manusia. Manusia yang berusaha mewujudkan kembali esensi ajaran yang kuajarkan pada kalian sekarang. Manusia itu akan menjalani apa yang kujalani. Semua perlakuan yang aku hadapi saat ini akan dialami olehNya. Segala makian, tuduhan, pertentangan, penolakan, pembunuhan. Tidak ada satu kecuali yang tidak akan dialaminya.
Dan seperti saat ini yang kualami, maka hanya orang-orang yang beruntunglah yang dapat menyadari keagungannya. Menyadari esensiku yang ada dalam diri manusia agung itu. Mereka itu orang-orang beruntung seperti kalian yang mau mendengarkanku. Dan seperti saat ini, dimana lebih banyak yang tidak mau menyadari apa yang aku ajarkan. Maka begitu pulalah yang akan dialami manusia esensiku di masa depan.
Sebuah keniscayaan, semua itu akan terjadi. Maka aku nasihatkan kepadamu agar jangan sekalipun melupakan ajaran ini. Ini adalah warisan yang sangat berharga bagi generasi jauh setelahmu. Wariskanlah ajaran ini pada masa depan. Semua manusia yang masih mengetahui ajaran ini akan menjadi sahabat yang sangat berharga bagi manusia esensiku di masa depan. Seperti kalian para sahabatku yang begitu berharga bagiku saat ini. Para sahabatku yang mewarisi ilmu dari manusia esensiku dimasa lalu

sahadat jenar


SAHADA SYEH SITI JENAR
Ketika saya melihat syahadat para pengikut nabi baru itu di TV, yang akhirnya di hukum sebagai kesesatan karena dianggap berbeda dengan syahadat pada umumnya. Maka kembali pikiran aneh saya bekerja, bagaimana kira kira pandangan masyarakat mengenai sasahidan (syahadat) dari Syech Siti Jenar berikut ya?
Aku bersaksi di hadapan Dzat-Ku sendiri
Sesungguhnya tiada Tuhan selain Aku
Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku
Sesungguhnya yang di sebut Allah itu badan-Ku
Rasul itu rasa-Ku
Muhammad itu cahaya-Ku
Akulah yang hidup tidak terkena kematian
Akulah yang kekal tanpa kena perubahan di segala keadaan
Akulah yang selalu mengawasi dan tiada sesuatu pun yang luput dari pengawasan-Ku
Akulah yang mahakuasa, yang bijaksana, tiada kekurangan dalam pengertian
Sempurna terang-benderang
Tidak terasa apa-apa
Tidak kelihatan apa-apa
Hanya Aku yang meliputi seluruh alam dan kodrat-Ku
Dan terus terang mungkin jika dia yang dianggap menucapkan syahadat ini, masih hidup dan kebetulan bertemu dengan kamu, maka niscaya tanpa ragu akan di bunuh di tempat karena dianggap sesat dan menyesatkan. Apalagi jika dia mengaku sebagai beragama Islam, tentu akan semakin cepat di bunuhnya.
Kalo aku sendiri ketika membaca syahadat tersebut, langsung mempunyai pemahaman bahwa kemungkinan saat mengucapkannya, Syech Siti Jenar sudah sirna, yang ada itu hanya Dia sang Keberadaan. Maka yang keluar dari mulut Syech Siti Jenar bukan dari dia melainkan dari Dia. Atau dengan kalimat lain bahwa mulut Syech Siti Jenar sedang di pakai oleh Dia untuk menyampaikan sebuah wahyu. Dan inilah yang sering salah di mengerti, malahan Syech Siti Jenar pun di hukum mati karena dianggap mengaku jadi Tuhan.

wasiat syeh siti jenar


Wasiat Syeh Siti Jenar


Syekh Abdul Jalil mengajarkan agama Islam secara kaffah antara syariat, thariqat, hakikat dan makrifat diajarkan secara berimbang dan berjenjang. Ajaran sufinya adalah apa yang disebut sasyahidan. Karena itu ia lebih dikenal sebagai Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Jenar. Syekh Abdul Jalil tidak sembarangan mengajarkan hakikat dan makrifat hanya orang-orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran yang ia ajari bukan sembarang orang apalagi orang awam.
Konon demikian banyaknya para pengikut Syekh Siti Jenar-Syekh Abdul Jalil ini dan mereka memuja-mujanya bagaikan dewa. Padahal yang demikian tidak dikehendaki oleh Syekh Abdul Jalil. Maka buru-buru Syekh Abdul Jalil berpamit meninggalkan padepokan Siti Jenar. Sebelum pergi ia berwasiat kepada murid-muridnya dan orang-orang yang mengaku sebagai pengikutnya:
“Sebelum aku pergi meninggalkan kalian, sangat baik jika aku tinggalkan wasiat kepada kalian, yang dengan wasiat ini kalian tidak akan tersesat dalam menjalani hidup didunia dan akhirat. Dengan wasiat ini kalian akan selalu berada di jalan Kebenaran sampai ke hadirat-Nya. Maka jangan sekali-kali kalian melepaskan wasiat yang aku tinggalkan ini. Pegang wasiat itu sebagai pusaka”
Pertama-tama, inilah wasiatku, setiap orang harus sadar jika segala sesuatu yang tergelar di alam semesta ini adalah nisbi. Tidak ada yang berlaku mutlak. Maka setiap orang harus hidup madya (tengah-tengah) ora ngoyo (tidak berlebihan dan tidak ngongro ( tidak melampaui batas) prinsip ini hendaknya kalian jadikan pusaka dalam segala hal yang menyangkut kehidupan kalian, baik yang duniawiah maupun ukhrawiah dan Ilahiah. Dalam kehidupan duniawi kalian bisa memaknai prinsip ini dengan kehidupan yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan sehingga membuat seseorang tertimbun harta kekayaannya. Kalian juga boleh memaknainya dengan pengekangan terhadap nafsu perut dan nafsu syahwat yang sesuai dengan nila-nilai kepantasan manusia. Kalian juga boleh memaknainya sebagai pengekangan terhadap ambisi kekuasaan yang membahayakan. Pendek kata maknailah prinsip madya ini sesuai kemampuan akal budi dan hati nurani kalian masing-masing dengan ukuran keseimbangan dan penghormatan atas kehidupan “
“Di dalam kehidupan ruhaniahpun berlaku prinsip madya. Maka aku melarang murid-muridku dan pengikutku untuk bertapa di gua-gua dan di hutan-hutan, kurang tidur, kurang makan, tidak kawin, tidak bergaul dengan manusia yang lain, tenggelam dalam lautan ruhani. Sebab, hak-hak ruhani harus dipenuhi secara pantas. Hak-hak jasmanipun hendaknya tidak diabaikan. Penuhilah hak ruhani dan jasmani secara seimbang, bukan aku menganggap tidak baik perilaku-orang-orang yang meninggalkan keduniawian dengan menjadi pertapa. Semua manusia bebas memilih yang terbaik bagi dirinya, tetapi bagi pengikutku hal seperti ini tidaklah dibenarkan. Hiduplah dengan prinsip ditengah-tengah, yaitu madya.
“Di dalam pengetahuan tentang Yang Illahi pun prinsip madya ini hendaknya tetap kalian pusakakan. Sebab ada diantara umat Islam yang memiliki pandangan berlebihan dalam memaknai Yang Illahi. Mereka memandang bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Suci, Maha Sempurna, Maha Baik, Maha Kasih. Sehingga dari Allah memancar Kebaikan, Kesempurnaan, Kesucian dan Kasih. Mereka menganggap mustahil dari Allah memancar ketidak adilan, ketidak sempurnaan, ketidak sucian dan kemurkaan. Pandangan ini sah bagi pengikut paham ini. Pandangan ini benar bagi yang meyakininya”
Tetapi dengarkanlah wahai murid-murid dan pengikutku, bahwa aku Syekh Siti Jenar, tidak pernah mengajarkan keyakinan yang berlebihan dan melampaui batas seperti itu. Ajaranku tetap bertolak pada prinsip madya, di tengah-tengah. Sebab jika seseorang menganggap bahwa Allah adalah Kebaikan, Kesempurnaan, Kesucian, Maha Kasih dan dari-Nya tidak bisa memancar ketidak baikan, ketidak sempurnaan, ketidak sucian dan kemurkaan maka sejatinya orang tersebut telah terperangkap ke dalam jaring-jaring masalah yang rumit yang bakal membawanya ke jurang kemusyrikan. Mereka akan menganggap ketidak baikan dan ketidak sempurnaan berasal dari Dzat selain Allah, yaitu kuasa kegelapan dari kejahatan. Itu berarti mereka menganggap ada dua Dzat yang berbeda, yaitu Allah dan dzat selain Allah. Kalau keyakinan itu diikuti maka orang akan menolak keberadaan Asma Illahi yang saling bertolak belakang (al asma al-mutaqabilah) yang berujung pada Asma Allah sebagai keseluruhan asma Allah yang bertentangan (Majmu al asma al-mutaqabilah) . mereka akan menolak nama Allah yang Maha Menyesatkan (al-Mudhill) Yang Memberi Kesempitan (al-Qabidh) Yang Maha Menista (al-Mudzil) Yang Memberi Bahaya (adh-dhar) Yang Membinasakan (al-mumit) mereka juga akan mengingkari bahwa dunia yang tidak sempurna ini berasal dari Allah. Aau mengingkari bahwa iblis, setan mahluk-mahluk kegelapan dan manusi-manusia terkutuk berasal dari Allah. Padahal segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Dengan memegang teguh prinsip hidup madya ini, sangatlah tidak masuk akal jika kalian sebagai murid-murid dan pengikutku memperlakukan aku secara berlebihan. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan kalian menciumi kakiku, merangkul lututku, mengusap jubahku mengelus terompahku bahkan mengambil tanah bekas telapak kakiku. Itu berlebihan. Itu melampui batas. Itu thaghut. Itu pemberhalaan yang justru aku tentang selama ini. Sebab Nabi Muhammad SAW, manusia agung yang menjadi panutanku selalu menolak bila diperlakukan secara berlebihan. Dia selalu menampakkan kehambaan dan kerendahan hatinya. Dia selalu berada di tengah-tengah dan mengajarkan agar pengikutnya pun berada di tengah-tengah. Maka mulai saat ini aku katakan bahwa mereka yang memperlakukan aku atau siapapun diantara manusia secara berlebihan dan bahkan memberhalakannya, maka dia bukanlah pengikutku apalagi murid ruhaniku. Dari uraian diatas jelas bahwa Syekh Abdul Jalil memilki pemahaman Tauhid Ahlussunah wal Jamaah.
Ajaran Syekh Siti Jenar - Syekh Abdul Jalil (2)

wasiat imam ghazali kepada muridnya


WASIAT IMAM GHAZALI KEPADA MURID NYA

1. Apa yang paling DEKAT dengan diri kita di dunia ?
2. Apa yang paling JAUH dari kita di dunia ?
3. Apa yang paling BESAR di dunia ?
4. Apa yang paling BERAT di dunia ?
5. Apa yang paling RINGAN di dunia ?
6. Apa yang paling TAJAM di dunia ?
Jawabannya:
————————————————————————————–
Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al
Ghozali bertanya….
Pertama,
“Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”.
Murid-muridnya menjawab : “orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya”.
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu BENAR.
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah MATI.
Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan
mati (Q.S. Ali Imran 185)
Kedua,
“Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?”.
Murid -muridnya menjawab : “negara Cina, bulan, matahari dan bintang-bintang”.
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan itu
adalah BENAR. Tapi yang paling benar adalah MASA LALU.� Walau dengan cara apa sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Ketiga,
“Apa yang paling besar di dunia ini?”.
Murid-muridnya menjawab : “gunung, bumi dan matahari”.
Semua jawaban itu BENAR kata Imam Ghozali.
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah NAFSU (Q.S. Al-A’Raf 179).
Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Keempat,
“Apa yang paling berat di dunia ini?”.
Ada yang menjawab : “besi dan gajah”.
Semua jawaban adalah BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah
MEMEGANG AMANAH (Q.S. Al-Ahzab 72).
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.
Kelima,
“Apa yang paling ringan di dunia ini?”
Ada� yang menjawab : “kapas, angin, debu dan daun-daunan”.
Semua itu BENAR kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT.
Gara-gara pekerjaan, kita meninggalkan sholat; gara-gara bermesyuarat, kita meninggalkan sholat.
Dan pertanyaan Keenam adalah,
“Apakah yang paling tajam di dunia ini?”
Murid-muridnya menjawab dengan serentak : “pedang”.
BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah LIDAH MANUSIA.
Karena melalui lidah, ,manusia selalu menyakiti hati dan melukai perasaan
saudaranya sendiri.