Minggu, 17 Juli 2011

ajaran kaum sufi tentang penglihatan


Ajaran Kaum Sufi Tentang Penglihatan (Nazhar)

Para Sufi mengakui bahwa Tuhan akan bisa dilihat dengan mata di dunia mendatang, dan bahwa orang-orang yang beriman akan bisa melihat-Nya sedang orang-orang yang tak beriman tidak. Sebab, itu merupakan karunia Tuhan sebagaimana yang difirmankan: "Untuk orang-orang yang berbuat kebaikan, ada pahala dan bahkan ada pula tambahannya."
Mereka berpendapat bahwa penglihatan itu, lewat akal, mungkin, dan lewat pendengaran, pasti. Mengenai kemungkinan melihat melalui akal, hal ini mungkin karena Tuhan itu maujud, dan segala sesuatu yang maujud (logisnya) bisa dilihat. Sebab Tuhan telah menanamkan daya lihat dalam diri kita; dan jika daya lihat Tuhan itu tidak ada, maka permohonan Musa, "Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu," akan merupakan (bukti) kebodohan dan kekafiran. Lebih-lebih, ketika Tuhan menjadikan penglihatan itu tergantung pada syarat bahwa gunung itu harus tetap tegak (Dia berfirman, "Kalau bukit itu masih tetap tegak di tempatnya semula, mungkin engkau dapat melihat Aku."), dan mengingat juga bahwa tetap tegaknya bukit itu secara nalar mungkin kalau memang Tuhan membuatnya tetap tegak maka hal ini berarti bahwa penglihatan yang tergantung pada hal itu (tetap tegaknya gunung) pun secara nalar mungkin dan bisa diterima. Maka, karena telah ditetapkan bahwa penglihatan lewat akal itu mungkin, dan lebih-lebih karena telah dibuktikan bahwa penglihatan lewat pendengaran tersebut pasti Tuhan berfirman, "Saat wajah orang-orang yang beriman pada hari itu berseri-seri, melepas pandang kepada Tuhan-nya," dan lagi, "Untuk orang-orang yang berbuat kebaikan, ada pahala yang baik dan bahkan ada pula tambahannya," dan lagi, "Tidak, yang sebenarnya mereka pada waktu itu benar-benar ditutup dari rahmat Tuhan." dan karena hadits menegaskan bahwa penglihatan itu memang ada, seperti kata Nabi, "Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu seperti kamu melihat bulan purnama di malam hari, tanpa kebingungan mencari-cari Dia," yang mengenainya banyak kisah masyhur dan sahih, maka perlulah kita menegaskan hal ini, dan percaya bahwa hal itu benar.
Penafsiran esoteris (batiniah) orang-orang yang menyangkal kemungkinan penglihatan akan Tuhan, seperti misalnya mereka yang menafsirkan melepas pandang kepada Tuhannya, sebagai memandang kepada pahala Tuhannya, sama sekali tak bisa dibenarkan, sebab pahala dari Tuhan itu tidak sama dengan Tuhan. Demikian juga dengan mereka yang mengatakan bahwa perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu, merupakan permohonan akan sebuah tanda; hal ini tak bisa dibenarkan, sebab Tuhan sebelumnya telah memperlihatkan tanda-tanda-Nya kepada Musa. Demikian pula halnya dengan mereka yang menafsirkan ayat: "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata," dengan pengertian: karena Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia ini, maka begitu juga di dunia nanti. Tuhan memang menyangkal bahwa Dia dapat dicapai oleh penglihatan, sebab penglihatan seperti itu akan mengisyaratkan cara (kaifiyah) dan pembatasan. Dengan demikian, yang disangkal-Nya adalah penglihatan yang mengisyaratkan cara dan pembatasan, bukan penglihatan yang di dalamnya tidak ada cara, tidak pula pembatasan.
Mereka mengakui bahwa Tuhan tidak dapat dilihat di dunia ini, baik dengan mata maupun dengan hati, kecuali dari sudut pandang iman; sebab penglihatan ini merupakan puncak karunia dan rahmat paling mulia, dan karena itu tidak dapat terjadi kecuali di tempat yang paling mulia. Jika mereka telah diberi rahmat yang paling mulia itu di dunia ini, maka tidak akan ada bedanya antara dunia ini, yang akan lenyap nanti, dengan surga yang. abadi; dan karena Tuhan telah mencegah manusia yang diajak-Nya berbicara itu dari mendapatkannya di dunia kini, wajarlah kalau manusia-manusia lain yang berada di tingkat lebih di bawah dicegah juga. Lebih-lebih, dunia ini merupakan tempat tinggal sementara, sehingga mustahillah kalau Yang Kekal dapat dilihat di tempat tinggal yang sementara itu. Lebih jauh lagi, jika mereka telah melihat Tuhan di dunia ini, kepercayaan mereka terhadap-Nya akan bersifat aksiomatis (dharurah). Pendeknya, Tuhan telah menyatakan bahwa penglihatan itu akan diberikan-Nya di dunia nanti, bukan di dunia ini. Oleh sebab itu, perlulah seseorang membatasi diri pada apa yang telah dinyatakan dengan jelas oleh Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar